Senin, 10 Maret 2008

Aa Dewa*
Oleh: Syukron Ms**
Seorang ayah bertanya pada anaknya yang masih duduk di Taman Kanak-kanak.
"Nak, tahu nggak kenapa kalau kita wahing, dianjurkan untuk membaca Alhamdulillah?"
"Nggak tahu, Yah." Jawab si anak penuh tanya.
"Begini. Dulu, beberapa saat setelah Nabi Adam di ciptakan, tiba-tiba ia wahing. Begitu wahing, secara reflek ia lalu mengucapkan kata-kata yang tidak baik untuk diucapkan. Anehnya, tidak berapa lama setelah itu ia mati lagi. Lalu Allah kembali menciptakan Adam dan kejadian itu kembali terulang hingga tiga kali."
"Trus gimana, Yah. Bukankah Adam akhirnya hidup didunia hingga bisa melahirkan anak cucu yaitu kita?." tanya si anak ingin tahu.
"Nah, begitu Allah menciptakan Adam lagi, Allah menyuruhnya untuk membaca Alhamdulillah jika wahing. Lalu Adam melaksanakan perintah itu, hingga akhirnya Adam tetap hidup."
"Oo, gitu tho, Yah."
"Iya. Makanya kamu kalau wahing harus berucap: Alhamdulillah." Kata sang ayah sambil membelai rambut si anak.
"Nggeh, Yah."
Wahing atau gebres alias bersin adalah terhempasnya udara dari mulut secara cepat dan keras. Mungkin definisi ini tidak terlalu tepat, tetapi saya yakin seluruh manusia di jagad raya pasti tahu apa yang dimaksud dengan wahing, kecuali ia tinggal dihutan yang tidak tahu mana "barang" yang harus ditutupi dan mana yang boleh dibiarkan terbuka.(?)
Wahing bisa datang saat debu bertebaran menyengat hidung, saat kita menantang matahari dengan menatapnya dalam-dalam, bahkan walau cuma dengan meliriknya. Bisa juga saat kita mengurik-urik telinga dengan cotton bud, mengocok-ocok merica didepan hidung (seperti iklan sebuah penyedap rasa), atau ketika flu mendera.
Saat kita wahing, kita memaksa udara keluar dari mulut dengan kecepatan sekitar 100 mph, dan mengeluarkan 100 ribu bakteria ke udara dengan jarak rata-rata 2-3 yard (2-3 meter). Makanya hati-hati kalau didepan kita lagi wahing, bisa-bisa dapat kiriman ribuan bakteri. Hi….
Lho, kalau begitu saat kita wahing penyakit kita berkurang, dong? Bukankah bersamaan dengan keluarnya wahing, bakteri yang ada dalam tubuh kita ikut keluar. Berarti, cerita seorang ayah pada anaknya tadi cukup logis. Kita mengucapkan Hamdalah sebagai ucapan syukur atas karunia wahing yang telah Allah berikan. Bukankah begitu?.
Namun demikian, nikmat wahing akan menjadi mala petaka jika ia datang terus menerus tanpa putus. Karena jika kita wahing tiada henti tanpa terkendali, berarti itu merupakan gejala kalau badan kita sedang tidak sehat. Jadi, jika gejala ini melanda, tak ada pilihan lain, kita harus mengistirahatkan tubuh ini. Kalau tidak, kondisi tubuh kita akan semakin parah. Dan yang lebih naas, wahing itu akan menyebarkan bakteri ke orang lain. Kan kasihan….
Seorang peneliti, Patti A. Wood, menyatakan bahwa ternyata wahing bisa digunakan untuk menganalisis kepribadian seseorang. Ia mengelompokkan wahing menjadi empat kategori; nice sneezer, "be right" sneezer, "get it done" sneezer, dan enthusiastic sneezer.
Jika seseorang membuang muka saat wahing, ia masuk kategori pertama, yaitu individu yang memiliki kepribadian hangat, penolong, setia dan welas asih dengan sesama. Sedangkan orang yang wahing dengan suara keras, berarti itu masuk kategori "get it done" sneezers, yaitu tipe orang yang cekatan, cepat mengambil keputusan, tegas dan tanpa tedeng aling-aling, atau bisa dibilang pribadi yang tak pernah ragu dalam bertindak.
Lalu bagaimana seseorang yang selalu menutup mulut dan hidung dengan selembar tisu atau sapu tangan saat wahing? Berarti ia masuk kategori "be right" sneezers, tipe orang yang selalu mengutamakan kerapian, ketelitian, akurat dan individu yang memiliki pemikiran mendalam.
Kategori terakhir, yaitu"enthusiastic" sneezers. Dalam kelompok ini Wood memasukkan orang-orang yang kerap menarik perhatian saat mereka wahing. Misalnya kakek Anda yang selalu wahing dengan gaya dan cara yang sering membuat Anda kaget dan ketakutan, atau bisa jadi teman kerja Anda yang selalu wahing sampai lima kali. Tipe orang yang masuk dalam kategori ini cenderung memiliki pribadi yang kharismatik, berjiwa sosial dan memiliki kemampuan memotivasi orang lain.
Tapi, tahu nggak? Ternyata Rosululloh tercinta itu tidak pernah wahing, lho. Ini adalah salah satu keistimewaan beliau diantara enam keistimewaan beliau dibanding manusia lain (pengen tahu uraiannya lebih lanjut, baca: Aidh Al Qarni, Jangan Putus Asa, Robbani Press, Jakarta, 2005). Namun beliau tetap menganjurkan pada umatnya untuk mendoakan orang yang wahing. Misalnya dengan kalimat: Yarhamukallah, Yahdikumullah, dsb.
Nah, kita memang patut bersyukur atas karunia wahing yang Allah berikan. Tak pantas rasanya jika setelah wahing kita justru mengabsen nama binatang yang diharamkan. Dan peringatan "jangan wahing sembarang" atau "tutup mulut saat wahing", memang patut diindahkan. Pasalnya jika kita wahing sembarangan, akan mengganggu stabilitas orang lain. Apalagi didepan preman kampung, misalnya. Yakin deh tubuh ini akan tambah gemuk. Terutama muka. Ya, karena dibogem mentah oleh Bang Preman. Nggak percaya? Coba aja sendiri. Jangan ajak-ajak saya, ya. []
* Maksudnya: Ada Apa Dengan Wahing; judul yang tak terlalu jelek, menurut saya. Tapi kata Dhani, judulnya keren juga.
** Santri Madrasah Huffadh II Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta.
CATATAN UNTUK REDAKTUR: TOLONG DIPERHATIKAN HURUF MIRING, HURUF TEBAL DSB.

Tidak ada komentar: